KERTAS KERJA Audit


Definisi :

Kertas Kerja adalah catatan yang dipersiapkan dan disimpan oleh auditor yang isinya meliputi prosedur audit yang diterapkan, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh serta kesimpulan yang dicapai dalam penugasan audit.
Dalam setiap penugasan audit dibutuhkan penyusunan kertas kerja yang paling sesuai dengan kondisi penugasan yang sedang dihadapi.
Pada bagian Pendahuluan, SPAP SA Seksi 339 dijelaskan bahwa “Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan kesimpulan-kesimpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan”.

Kertas Kerja terutama berfungsi untuk :
1.      Sebagai pendukung utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan. Selain itu, kertas kerja juga merupakan bukti pendukung utama yang memungkinkan auditor membela diri apabila hasil kerjanya dipermasalahkan dikemudian hari.

2.      Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, kertas kerja harus direncanakan dan dipergunakan untuk meningkatkan pelaksanaan penugasan audit seefisien dan seekonomis mungkin. Kertas kerja harus berisi catatan mengenai prosedur audit yang memadai dan lengkap yang dilakukan dalam pemeriksaan laporan keuangan serta kesimpulan yang dicapai.

Kuantitas, bentuk, dan isi kertas kerja untuk penugasan khusus akan berlainan tergantung pada keadaan masing-masing penugasan tersebut. Faktor-faktor berikut ini dapat mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk dan isi kertas kerja :
  1. Sifat dasar penugasan
  2. Sifat dasar laporan auditor
  3. Sifat dasar laporan keuangan, lampiran atau informasi lain yang dilaporkan oleh auditor
  4. Sistim pembukuan yang ada pada perusahaan klien
  5. Cukup tidaknya pengendalian intern terhadap pencatatan akuntansi
  6. Tingkat supervisi dan penelaahan yang diperlukan

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan :
  1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik
  2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan
  3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah ditetapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Pada umumnya, kertas kerja audit dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu :
  1. Permanent File;
Berisi informasi penting yang berkesinambungan bagi suatu penugasan pemeriksaan dan dimaksudkan untuk menyimpan data historis atau data berkesinambungan sebagai sumber informasi yang penting untuk pelaksanaan audit dari tahun ke tahun. Contoh : Akta Pendirian Perusahaan, Informasi Bisnis dan Jenis Usaha Klien (UCBIQ), Perjanjian Pinjaman dan Kontrak Jangka Panjang dan lainnya.
  1. Current File;
Berisi kertas-kertas kerja yang dapat digunakan selama pemeriksaan tahun berjalan. Misalnya : Draft Laporan Auditor, Laporan Keuangan Perusahaan (Inhouse/Home Statement), Laporan Audit Final, Management Letter, Surat Representasi Klien, Review Points, Kertas Kerja Perencanaan Audit, Kertas Kerja Pengujian Substantif seperti Working Balance Sheet, Working Profit and Loss, Ayat Jurnal Koreksian Auditor, Audit Program dan kertas kerja lainnya yang berkaitan dengan audit tahun berjalan.
  1. Tax File;
Berisi informasi yang berkaitan dengan kewajiban klien dibidang perpajakan tahun berjalan, tahun-tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang. Berkas ini juga berfungsi sebagai dasar pengisian SPT Tahun berjalan.Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien.

Read comments

STANDAR AUDITING


Terdiri dari  3 standar umum, 3 standar pekerjaan lapangan, dan 4 standar pelaporan.
1. Standar Umum
  • Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang  memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
  • Dalam semua hal yang berhubungan  dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
  • Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
  • Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus      disupervisi dengan semestinya.
  • Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup oengujian yang akan dilakukan.
  • Bukti audit yang kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3. Standar Pelaporan
  • Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai    dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  • Laporan audit harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistensian penerapan  prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
  • Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
  • Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahea pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Read comments

BUKTI AUDIT

Definisi Bukti Audit


Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan auditor dalam kesimpulan mendatang dimana opini audit sebagai dasarnya
Bukti audit meliputi:
  1. catatan akuntansi berdasarkan laporan keuangan.
  2. informasi lain yang menguatkan catatan akuntansi dan mendukung alas an logical auditor mengenai kebenaran penyajian dalam laporan keuangan.
Catatan akuntansi pada umumnya terdiri dari:
    • cek dan bukti elektronik hasil transfer
    • faktur
    • kontrak
    • buku besar dan buku pembantu
    • jurnal penyesuaian dan pernyataan lainterhadap laporan keuangan yang tidak mempengaruhi dalam formal jurnal penyesuan.
    • Data seperti worksheet dan spreadsheet yang mendukung biaya alokasi, penghitungan, dan rekonsiliasi.
    • Disclosure
Catatan akuntansi belum merupakan bukti yang cukup sebagai dasar untuk memberikan opini audit.
Informasi penguat yang bisa digunakan sebagai bukti audit meliputi:
·        Waktu pertemuan
·        Konfirmasi dari pihak ketiga
·        Laporan para analisis
·        Data pembanding mengenai competitor
·        Internal control manual
·        Informasi yang diperoleh melalui langkah audit seperti penyelidikan, observasi, atau inspeksi catatan atau dokumen.
·        Informasi yang dikembangkan oleh auditor yang mengizinkan auditor untuk mencapai kesimpulan melalui alas an logis yang valid.
Sufisiensi Bukti Audit:
ü materiality: pengelompokan transaksi yang signifikan, neraca dan disclosure untuk pengguna laporan keuangan.
ü Risiko kesalahan material: risiko inheren yang menunjukkan bahwa asersi itu mungkin salah dan risiko control yang akan mendeteksi kesalahan material dalam asersi.
ü Ukuran dan karakteristik populasi: jumlah item yang ada dalam sebuah populasi, seperti jumlah transaksi penjualan dalam jurnal penjualan.

Prosedur Audit
1.      Prosedur Menaksir Risiko: untuk mendapatkan sebuah pemahaman perusahaan dan lingkungannya, termasuk internal kontrolnya, untuk memperkirakan risiko kesalahan material dalam tingkat laporan keuangan dan tingkat asersi.
2.      Tet Control: menguji keefektifan operasional control dalam mencegah dan mendeteksi kesalahan material pada tingkat asersi.
3.      Test Subtantif: mendukung sebuah asersi atau mendeteksi kesalahan material pada tingkat asersi.

Pilihan potensial langkah audit:
·        Inspeksi dokumen dan data
Terdiri dari menguji data dan dokumen, apakah internal atau eksternal, dalam bentuk kertas, elektronik, atau media lain.
·        Inspeksi asset nyata
 Terdiri dari ujian fisik atas asset suatu perusahaan.
·        Observasi
Melihat proses atau prosedur yang dibuat oleh yang lain.
·        Penyelidikan:
Mencari informasi dari pengetahuan orang, baik financial maupun non financial, melalui dalam perusahaan maupun luar perusahaan.
·        Konfirmasi
Merupakan tipe spesifik penyelidikan, yaitu sebuah proses memperoleh informasi penyajian kembali atau kondisi yang ada secara langsung dari pihak ketiga.
·        Penghitungan kembali
Pengecekan keakuratan matematikal dokumen atau catatan.

·        Pembuatan kembali
Eksekusi independent auditor atas atas langkah atau control yang dibuat secara original sebagai bagian dari internal control perusahaan.
·        Prosedur analitikal
 Evaluasi informasi keuangan yang dibuat melalui pembelajaran dari relasi yang dapat dipercaya antara dat financial dan data non financial.
·        Computer-Assisted Audit Techniques (CAATs)
Menggunakan software audit untuk menyelesaikan berbagai prosedur audit diatas.

Read comments

TUGAS STUDY KASUS (KOMENTAR) MENGENAI TEKANAN HARGA MINYAK DAN APBN


 Berkaitan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia no.16 tahun 1994, tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bahwa agar pelaksanan APBN dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya, bukannya mengurangi defisit Negara ini, Pemerintah atau DPR justru menambah (menciptakan) berbagai macam defisit yang mengakibatkan Anggaran Negara ini semakin banyak dan membengkak lebih besar bila dibandingkan dengan sebelummya.

Mengenai tekanan harga minyak yang mungkin  akan tejadi atau bahkan telah terjadi sebaiknya pemerintah dapat mengambil tindakan yang tegas untuk masalah ini, tidak hanya mengacaukan warga negara Indonesia dengan berbagai opsi atau isu berkaitan dengan rencana dihapuskannya subsidi untuk Bahan Bakar Minyak di berbagai media,baik media masa, maupun media cetak. Karena dengan merebaknya opsi yang tidak pasti seperti itu, justru akan memperparah perekonomian Negara, karena seiring dengan opsi yang muncul tersebut, diimbangi pula dengan naiknya bahan kebutuhan pokok sehari hari, hal inilah yang akan membuat warga Indonesia , terutama bagi warga negara yang perekonomiannya berada kelas menengah kebawah akan  semakin menjerit karena tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan pokok yang seharusnya.

Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan yang hendak dibuat, sebaiknya pemerintah bertindak lebih selektif dalam menentukan keputusan, tidak hanya memikirkan dampak positif yang akan terjadi bila subsidi subsidi nantinya dihapus, Pemerintah juga seharusnya memikirkan dampak yang negative yang mungkin akan terjadi.

Sedangkan untuk masalah beban negara yang semakin bertambah, sebaiknya pemerintah mengkaji ulang Anggara tersebut. Karena pada kenyataannya dilihat dari sikap pemerintah maupun anggota DPR yang seolah tidak memikirkan rakyat mereka, tapi justru lebih mementingkan perut mereka sendiri, rasanya sudah sangat wajar dan tidak mengherankan lagi bila Anggaran Pemerintah ini sangat membengkak. Hal yang rasanya tidak perlu untuk diadakan justru dibuat ada oleh pemerintah maupun DPR. Sebagai contohnya adalah Mobil mewah seharga 1 milyar untuk para anggota DPR, yang dirasa sangatlah tidak penting, Bahkan sekarang ini Pemerintah hendak memberikan fasilitas yang sangat mewah berupa rumah dinas dengan harga yang juga tidak murah untuk para anggota DPR tersebut, seharusnya pemerintah tidak perlu memberikan fasilitas yang sangat mewah seperti itu kepada para naggota DPR, karena rasanya hal itu tidak akan menguntungkan, bahkan akan memperburuk anggaran Negara.

Bila Pemerintah memang benar-benar memikirkan rakyatnya, hendaklah mengurangi atau bahkan menghilangkan hal-hal yang tidak penting tersebut. Pemerintah juga tidak boleh menggampangkan urusan-urusan warganya yang terlampau penting, dan seharusnya pemerintah dapat mengambil tindakan yang baik, tindakan yang tepat mengenai APBN ini. Pemerintah juga seharusnya mengajak publik untuk berhemat, baik untuk urusan BB mini, maupun urusan yang lainnya.  Tidak hanya mengajak public untuk berhemat, pemerintah juga seharusnya menjadi yang pertama dalam program penghematan ini, sehingga nantinya masyarakat tiak merasa dibohongi dan sehingga tidak akan memporak porandakan APBN.

Oleh karena itu Pemerintah harus dapat mengurangi dapkak negative dan dampak pembengkakan APBN ini dengan baik, sehingga nantinya dana APBN tersebut tidak terbuang sia-sia.

Read comments

RESUM 2 ( ANALISIS COMMON SIZE )


A.     Definisi :
Analisi ini merubvah angka – angka yang ada dalam neraca dan laporan rugi laba menjadi presentase berdasarkan dasar tertentu. Untuk angka-angka yang ada didalam neraca, common basenya adalah “Total Aktiva”. Dengan kata lain total aktiva dipergunakan sebagai 100%. Untuk angka-angka dalam laporan Rugi laba, “Prnjualan Neto” dipergunakan sebagai 100%
Agar lebih mempermudah dalam perhitungan analisis ini, maka ditulis rumus sebagai berikut :
 

            Neraca  : (item-item dalam Neraca  / Tot. Aktiva) x 100%


            Rugi/Laba : (item -item dalam Lap. Rugi laba  / Tot. Penjualan) x 100%






Penyajian dalam bentuk Common Size ini akan mempermudah pembaca laporan keuangan.

B.     Contoh Soal :
Analisislah laporan keuangan dibawah ini dengan menggunakan analisis Cmmon Size
Neraca PT. XYZ
Tgl 31 desember 2009 dan 2010 
(dalam jutaan rupiah)
Aktiva
Pasiva (Kewajiban)
Aktiva lancar
2009
2010
Kewajiban Lancar
2009
2010
Kas
Rp. 22   
Rp.  25
Hutang Dagang
Rp. 91
Rp. 89
Surat Berharga
10
15
Hutang Wesel
40
20
Piutang
170
176
Hutang Pajak
30
32
Persediaan
117
112
Hutang Bank
120
120
Total Aktiva Lancar
Rp.319
Rp.328
Tot. Kewajiban Lancar
Rp.281
Rp.261






Aktiva Tetap ( bruto)
Rp.700
Rp.700
Hutang Jk.Panjang
Rp.200
Rp.100
Akm. Penyusutan
(100)
(150)
Modal Sendiri :
      Saham

300

300
Aktiva Tetap
Rp.600
Rp.550
Laba yang ditahan
138
217






Total Aktiva
Rp.919
Rp.878
Tot. Pasiva (Kewajiban)
Rp.919
Rp.878

Laporan Rugi Laba PT.XYZ
Th.2009 dan 2010

2009
2010
Penjualan
Rp. 2.200
Rp.3.000
HPP
1.500
2.000
Laba Kotor
Rp.    700
Rp.1.000
Biaya-biaya
400
550
Laba sebelum bunga dan pajak ( EBIT)
Rp.  300
Rp.  450
Bunga
56
55
Laba sebelum pajak  (EBT)
Rp.  244
Rp.  395
Pajak
78
88
Laba setelah pajak  (EAT)
Rp.  166
Rp.  310


C.     Penyelesaian :

Analisis Common Size Neraca PT. XYZ
Tgl 31 desember 2009 dan 2010 

Aktiva
Pasiva (Kewajiban)
Aktiva lancar
2009
2010
Kewajiban Lancar
2009
2010
Kas
2,1 %
2,8 %
Hutang Dagang
9,9 %
10.1 %
Surat Berharga
1,1 %
1,7 %
Hutang Wesel
4,4 %
2,3 %
Piutang
18,5 %
20 %
Hutang Pajak
3,2 %
3,6 %
Persediaan
12,8 %
12,8 %
Hutang Bank
13,1 %
13,7 %
Total Aktiva Lancar
34,6 %
37,3 %
Tot. Kewajiban Lancar
30,6 %
29,7 %






Aktiva Tetap ( bruto)
76,2 %
79,7 %
Hutang Jk.Panjang
21,8 %
11,4 %
Akm. Penyusutan
10,8 %
17  % 
Modal Sendiri :
     Saham

32,6 %

34,2 %
Aktiva Tetap
65,4 %
62,7 %
     Laba yang ditahan
15 %
24,7 %






Total Aktiva
100 %
100 %
Tot. Pasiva (Kewajiban)
100 %
100 %



Laporan Rugi Laba PT.XYZ
Th.2009 dan 2010


2009
2010
Penjualan
100 %
100 %
HPP
68,2 %
66,7 %
Laba Kotor
31,8 %
33,3 %
Biaya-biaya
18,2 %
18,3 %
Laba sebelum bunga dan pajak ( EBIT)
13,6 %
15 %
Bunga
2,3 %
1,8 %
Laba sebelum pajak  (EBT)
11,1 %
13,2 %
Pajak
3,5 %
2,9 %
Laba setelah pajak  (EAT)
7,6 %
10,3 %


Read comments